Pedoman Kewaspadaan Isolasi Rumah Sakit



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami  panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku Pedoman Kewaspadaan Isolasi Rumah Sakit ini dapat selesai disusun. Sehingga Buku Pedoman Kewaspadaan Isolasi Rumah Sakit ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dengan pengendalian dan pencegahan infeksi di Rumah Sakit.
Dalam Pedoman Kewaspadaan Isolasi Rumah Sakit ini diuraikan tentang metode transmisi, penyakit yang memerlukan isolasi, kewaspadaan standart dan tambahan kewaspadaan isolasi serta edukasi pada pasien dan pengunjung mengenai pencegahan infeksi. Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam – dalamnya atas bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Pedoman Kewaspadaan Isolasi Rumah Sakit.

BAB I
PENDAHULUAN


A.            Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.  Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.

Penyebaran infeksi yang terjadi antar pasien di Rumah Sakit dapat dikurangi dengan cara isolasi fisik pada pasien yang beresiko (protective isolation) atau pada pasien dengan infeksi (isolasi sumber - source isolation).  Isolasi proteksi dilakukan pada pasien dengan penyakit kulit deskuamasi yang beresiko tinggi terpapar Methycillin Resistant S. aureus, pasien dengan cystic fibrosis dan pasien dengan neutropenia.

Pedoman isolasi terbaru dari CDC terdiri dari 2 lapis kewaspadaan. Lapisan pertama dinamakan Standard Precautions yang merupakan kombinasi antara Universal Precautions ( UP ) dengan Body substance Isolations ( BSI ). Kewaspadaan lapis pertama bertujuan untuk menurunkan resiko penularan dari infeksi yang sudah atau belum diketahui dan diperlukan untuk semua pasien apapun diagnosanya, yang sudah diketahui, termasuk penyakit infeksi. Standard Precautions ditujukan pada darah, semua cairan tubuh sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), baik yang nyata tercampur darah ataupun tidak, kulit yang terluka dan membran mukosa.

Kewaspadaan standart merupakan dasar dari prosedur pengendalian infeksi dan harus diaplikasikan pada semua pasien tanpa kecuali. Isolasi pasien hanyalah salah satu unsur dari suatu kebijakan pengendalian infeksi, selain kebersihan lingkungan, pemakaian sarung tangan, apron dan masker serta yang terpenting prosedur cuci tangan yang baik dan benar.
B.            Tujuan
1.             Tujuan Umum
Meningkatkan mutu layanan rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya melalui pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, yang dilaksanakan oleh semua dapartemen / unit di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya meliputi kualitas pelayanan, manajemen risiko, dan penangan Kejadian Luar Biasa (outbreak).
2.             Tujuan Khusus
-       Menggerakkan segala sumber daya yang ada di pelayanan rumah sakit secara efektif dan efisien dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi
-       Mengurangi penyebaran penyakit dengan isolasi fisik baik pada pasien yang beresiko maupun pada pasien yang terinfeksi
-       Menurunkan angka kejadian infeksi di rumah sakit
-       Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi


BAB II
PEDOMAN KEWASPADAAN ISOLASI

Pada upaya melakukan kewaspadaan isolasi (isolation precaution), terdapat dua kewaspadaan yaitu Kewaspadaan Standar (Standard Precautions) dan Kewaspadaan Berbasis Transmisi (Transmission-Based Precautions). Kewaspadaan Standar adalah strategi primer untuk mencegah transmisi mikroorganisme pada pasien, tenaga kesehatan dan lainnya pada fasilitas kesehatan. Kewaspadaaan ini diaplikasikan untuk semua pasien karena mikroorganisme seringkali ditemukan pada pasien dengan infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sebagai tambahan, lebih banyak pasien dengan kolonisasi microorganisme yang penting pada fasilitas kesehatan dibandingkan pasien dengan gejala klinis infeksi.

Transmisi agen infeksius pada fasilitas kesehatan membutuhkan tiga elemen, yaitu sumber agen infeksius (pasien, tenaga kesehatan, pengunjung, peralatan atau lingkungan yang terpapar), host yang rentan dengan portal of entry agen infeksius,  dan mode transmisi agen infeksius. Pada bagian ini akan dibahas interrelasi antara ketiga agen tersebut.

I.            Sumber agen infeksius
Agen infeksius ditransmisikan selama pelayanan kesehatan terutama dari tenaga medis, tetapi lingkungan sekitar pasien juga memiliki kaita dengan transmisi. Reservoir manusia termasuk pasien, tenaga medis, anggota keluarga pasien dan pengunjung. Masing-masing individu ini dapat memiliki infeksi yang aktif, mungkin dalam periode asimptomatik atau inkubasi dari penyakit infeksius, atau dapat juga secara transien atau kronis terkolonisasi oleh mikroorganisme patogen, terutama pada saluran pernafasan dan pencernaan. Flora endogen pasien (seperti bakteri pada saluran pernafasan dan pencernaan) juga merupakan sumber Healthcare Assosiated Infections.

II.          Host yang rentan
Infeksi adalah hasil dari interrelasi yang kompleks antara host yang potensial dan agen infeksius. Kebanyakan dari faktor yang mempengaruhi infeksi dan timbulnya infeksi dan beratnya penyakit sangat berkaitan dengan host. Bagaimanapun, karakteristik dari interaksi host-agen terkait dengan pathogenisitas, virulensi dan antigenisitas sama pentingnya dengan dosis infeksius, mekanisme produksi penyakit dan rute paparan. Terdapat spektrum outcome yang dapat terjadi setelah paparan dari agen infeksius. Beberapa orang yang terpapar mikroorganisme pathogen terjadi penyakit yang simptomatik, sementara yang lain menjadi sakit berat bahkan meninggal. Beberapa individu cenderung terkolonisasi transien atau permanen, tetapi tetap asimptomatik. Beberapa berkembang dari kolonisasi menjadi penyakit simptomatik, baik segera setelah terpapar atau setelah melalui periode kolonisasi asimptomatik. Status imunitas pada saat paparan agen infeksius, interaksi antara pathogen dan faktor virulensi intrinsik agen merupakan prediktor penting pada outcome individual. Faktor host seperti usia yang ekstrim dan penyakit yang mendasari (seperti diabetes), human immunodeficiency virus / acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), keganasan dan transplantasi organ dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi seperti juga banyak pengobatan yang mempengaruhi flora normal (seperti agen antimikroba, supressan asam lambung, kortikosteroid, obat anti penolakan organ, agen antineoplasma, dan obat immunosuppresan). Prosedur pembedahan dan terapi radiasi melemahkan pertahanan kulit dan sistem organ lain yang terkait. Peralatan invasif seperti kateter urin, endotracheal tube, kateter vena sentral atau kateter arteri dan implant sintetik memfasilitasi perkembangan healthcare associated infection dengan memungkinkan pathogen potensial untuk melewati pertahanan tubuh lokal dengan menyediakan permukaan biofilm yang dapat memfasilitasi adesi mikroorganisme dan melindungi dari aktivitas antimikroba. Beberapa infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif dikarenakan transmisi dalam fasilitas pelayanan kesehatan, dapat juga timbul dari flora endogen pasien.

III.         Mode transmisi agen infeksius
Beberapa jenis pathogen dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri, virus, jamur, parasit dan prions. Mode transmisi dapat bervariasi tergantung tipe organisme dan beberapa agen infeksius dapat ditransmisikan lebih dari satu rute : beberapa ditransmisikan secara primer melalui kontak langsung maupun tidak langsung (contoh : virus Herpes simplex, respiratory syncytial virus, staphylococcus aureus), sementara yang lain melalui droplet (virus influenza, B. Pertussis) atau rute airborne (M. Tuberculosis). Agen infeksius yang lain, seperti virus bloodborne (virus hepatitis B dan C) dan HIV jarang ditransmisikan pada fasilitas kesehatan, melalui paparan percutan atau membran mukosa. Jadi, tidak semua agen infeksius ditransmisikan dari orang ke orang.

MODE TRANSMISI MIKROORGANISME

Pada fasilitas kesehatan mikroorganisme ditransmisikan melalui beberapa rute, dan mikroorganisme yang sama dapat ditransmisikan melalui lebih dari satu rute.
Terdapat lima rute transmisi :
1.     Kontak
·         Kontak Langsung
Kontak langsung terjadi ketika mikroorganisme dipindahkan dari orang yang terinfeksi pada orang lain tanpa melalui perantara objek atau orang yang terkontaminasi. Contoh :
-          Darah atau cairan tubuh yang mengandung darah pasien secara langsung memasuki tubuh tenaga kesehatan melalui kontak dengan membran mukosa atau luka pada kulit
-          Tungau dari pasien dengan scabies memasuki kulit tenaga kesehatan ketika kontak dengan kulit pasien tanpa memakai sarung tangan
-          Tenaga kesehatan terkena infeksi herpes pada jari tangan setelah kontak dengan virus herpes simplex ketika melakukan perawatan oral pada pasien tanpa menggunakan sarung tangan.
·         Kontak Tidak Langsung
Kontak antara host yang rentan dengan objek yang terkontaminasi, biasanya objek yang ada disekitar host, seperti instrumen yang terkontaminasi, jarum, pembalut luka, atau tangan tenaga medis yang terkontaminasi. Contoh :
-          Tangan dari tenaga kesehatan dapat mentransmisikan pathogen setelah menyentuh tubuh pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi atau setelah menyentuh objek sekitar, bila tidak melakukan hand hygiene sebelum menyentuh pasien yang lain.
-          Alat kesehatan (thermometer elektronik, alat monitoring gula darah) dapat mentransmisikan pathogen bila alat yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh digunakan bersama-sama pasien tanpa dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan antar pasien.
-          Mainan yang digunakan bersama oleh pasien anak dapat menjadi sarana transmisi virus respirasi (respiratory syncytial virus) atau bakteri pathogen (Pseudomonas aeruginosa)
-          Instrumen (endoskopi atau alat operasi) yang tidak dibersihkan secara adekuat antar pasien, atau yang memiliki defek manufaktur yang mempengaruhi efektifitas pembersihan, dapat mentransmisikan bakteri atau virus pathogen.
Baju, seragam, jas laboratorium atau jubah isolasi yang digunakan untuk alat perlindungan diri petugas, dapat terkontaminasi dengan pathogen potensial setelah merawat pasien yang terkolonisasi atau terinfeksi dengan agen infeksius (contoh : MRSA, VRE, dan C. Difficile). Walaupun baju yang terkontaminasi tidak secara langsung berperan dalam transmisi, tetapi terdapat kemungkinan untuk perpindahan agen infeksius pada pasien.
2.     Droplet
Transmisi droplet merupakan bentuk transmisi kontak, dan beberapa agen infeksius ditransmisikan melalui rute droplet juga dapat ditransmisikan secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimanapun, berbeda dengan transmisi kontak, droplet respiratorius membawa pathogen infeksius ketika berpindah secara langsung dari saluran pernafasan individu infeksius menuju ke permukaan mukosa host yang rentan, umumnya pada jarak pendek. Droplet respirasi dikeluarkan ketika seseorang batuk, bersin atau bicara atau selama prosedur suctioning, intubasi endotracheal, batuk yang diinduksi oleh fisioterapi dada atau selama resusitasi jantung paru.
Jarak maksimum dari transmisi droplet belum diketahui, walaupun pathogen yang ditransmisikan melalui rute droplet belum pernah ditransmisikan melalui udara dalam jarak jauh seperti pathogen airborne. Berdasarkan epidemiologi, jarak yang beresiko untuk tertular infeksi melalui rute droplet adalah ≤3 kaki mengelilingi pasien. Menggunakan jarak ini sebagai acuan penggunaan masker terbukti efektif dalam mencegah transmisi agen infeksius melalui rute droplet. Bagaimanapun juga, studi eksperimental dengan smallpox dan investgasi selama outbreak global SARS pada tahun 2003 menyatakan bahwa droplet dari pasien dari 2 jenis infeksi ini dapat mencapai jarak 6 kaki dari sumbernya. Sehingga disimpulkan bahwa jarak tempuh droplet tergantung pada kekentalan dan mekanisme dimana droplet respiratori dilontarkan dari sumbernya, densitas dari sekresi respirasi, faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban, dan kemampuan pathogen untuk mempertahankan infektifitas pada jarak tersebut. Jadi, jarak ≤3 kaki dari sekeliling pasien adalah contoh paling baik dari yang disebut “jarak pendek dari pasien” dan tidak seharusnya digunakan sebagai kriteria akhir untuk menyatakan kapan harus digunakan masker untuk melndungi dari paparan droplet. Berdasarkan penelitian, akan baik jika masker digunakan dalam jarak 6-10 kaki dari pasien, atau selama memasuki kamar pasien, terutama bila mencegah infeksi dari pathogen yang sangat virulen (highly virulen).
Ukuran droplet masih dalam tahap pembahasan. Secara umum, droplet didefinisikan berukuran >5µm. Droplet nuclei, partikel yang merupakan pecahan dari droplets utuh, dihubungkan dengan transmisi airborne dan didefinisikan berukuran ≤5µm, refleksi dari pathogenisitas tuberculosis paru yang tidak dapat disamakan dengan organisme lain. Observasi dari dinamika partikel telah memperlihatkan bahwa kisaran ukuran droplets, termasuk yang berdiameter 30 µm atau lebih, dapat tetap tersuspensi dalam udara.hal ini mempengaruhi rekomendasi untuk mencegah transmisi. Bila partikel airborne yang mengandung pathogen dapat tetap infeksius dalam jarak yang jauh, membutuhkan  kamar isolasi infeksi airborne (Airborne infection isolation room) untuk mencegah penyebarannya. Organisme yang ditransmisikan melalui rute droplet, dimana tidak infeksius dalam jarak jauh, tidak membutuhkan penanganan udara dan ventilasi yang khusus. Contoh agen infeksiusyang ditransmisikan melalui rute droplet yaitu Bordetella pertussis, influenza virus, adenovirus, rhinovirus, Mycoplasma pneumoniae, SARS-associated coronavirus (SARS-CoV), group A streptococcus, dan Neisseria meningitidis. Walaupun respiratory syncytial virus dapat ditransmisikan melalui rute droplet, kontak langsung dengan sekresi respiratori yang terinfeksi dapat menjadi mode transmisi utama sehingga kewaspadaan standart plus kontak mencegah transmisi pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada kejadian yang lebih jarang, pathogen yang tidak ditransmisikan secara rutin melalui rute droplet didispersikan pada udara dalam jarak pendek. Contohnya, walaupun S. aureus kebanyakan ditransmisikan melalui rute kontak, infeksi virus saluran pernafasan atas diasosiasikan dengan peningkatan dispersi S. aureus dari hidung ke udara pada jarak 4 kaki pada kondisi outbreak, dan dikenal sebagai “cloud baby” dan “cloud adultphenomenon .
3.     Air Borne
Transmisi airborne dapat timbul akibat penyebaran droplet nuclei airborne atau partikel kecil pada rentang ukuran yang dapat direspirasi yang mengandung agen infeksius yang tetap infektif pada waktu yang lama dan jarak jauh (contoh, spora dari Aspergillus spp. dan Mycobacterium tuberculosis). Mikroorganisme yang dibawa pada benda ini dapat terdispersi di udara melalui jarak yang jauh dan dapat diinhalasi oleh individu yang rentan walaupun tidak kontak langsung (face to face contact) atau dalam ruangan yang sama dengan individu infeksius.
Pencegahan penyebaran pathogen yang ditransmisikan melalui rute airborne membutuhkan penanganan sistem udara dan ventilasi yang khusus (contoh, Airborne infection isolation room) untuk menampung dan kemudian secara aman menyingkirkan agen infeksius. Agen infeksius tersebut antara lain Mycobacterium tuberculosis, rubeola virus (measles), and varicella-zoster virus (chickenpox). Sebagai tambahan, virus variola (smallpox)  dapat juga ditransmisikan melalui udara dan AAIR (Airborne infection isolation room) dapat direkomendasikan untuk agen ini juga walaupun rute droplet dan kontak merupakan rute transmisi yang lebih sering pada virus smallpox ini. Sebagai tambahan pada Airborne infection isolation room,  proteksi respiratori dengan N95 yang disertifikasi oleh NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health) atau respirator dengan level yang lebih tinggi, direkomendasikan untuk tenaga  medis yang memasuki AAIR untuk mencegah masuknya infeksius agen seperti M. Tuberculosis.
Untuk agen respiratori infeksius yang lain seperti influenza, rhinovirus dan bahkan beberapa virus gastrointestinal (norovirus dan rotavirus), terdapat beberapa evidence bahwa pathogen tersebut dapat ditransmisikan melalui partikel aerosol kecil. Transmisi tersebut diketahui menempuh jarak lebih dari 3 kaki, tetapi pada ruangan pasien ternyata didapatkan bahwa agen ini tidak viable untuk menempuh jarak jauh. AIIRS tidak diperlukan secara rutin untuk mencegah transmisi pada agen ini.
4.     Common Vehicle
Transmisi melalui makanan, air, obat, produk darah, dan peralatan yang terkontaminasi
5.     Vector Borne
Transmisi mikroorganisme melalui nyamuk, lalat, tungau, dll.

KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan melalui udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
1.       Kontak
2.       Melalui droplet
3.       Melalui udara (airborne)
4.       Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5.       Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)

Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan cairan tubuh, memakai masker, google untuk melindungi wajah dari percikan cairan tubuh.
1.       Kewaspadaan Transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit terluka / abrasi orang yang rentan / petuga dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang terkontaminasi, jarum, kassa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati di lingkungan pasien. Kewaspadaan transmisi kontak ini juga merupakan cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada pathogen infeksi saluran nafas, misalnya parainfluenza, RSV, SARS, H5N1.
Kewaspadaan ini diterapkan pada pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada pasien tanpa gejala infeksi) yang secara epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung. Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan. Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien, misal : pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
2.       Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan melalui droplet (>5µm). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak konjuntiva atau mukosa membran hidung / mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronchoscopy. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien < 1 meter. Karena droplet tidak bertahan di udara maka tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi. Mikroba pada transmisi jenis ini misalnya Adenovirus.
Transmisi droplet langsung dimana droplet mencapai mukosa membran atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan ke mukosa membran. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misalnya pada Respiratory synctitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotracheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada dan resusitasi kardiopulmoner.
3.       Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara (Airborne Precautions)
Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya transmisi partikel terinhalasi (Varicella zooster) langsung melalui udara. Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara > 2 meter dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan.

KASUS YANG MEMBUTUHKAN KEWASPADAAN ISOLASI

Infeksi
Rute Transmisi
Evidence Penyebaran di Rumah Sakit
Resistensi Antibiotika
Faktor Variabel
Waktu Isolasi
Kategori Resiko
Varicella
Airborne
Sering
Sedikit
·    Ante-natal/Post-natal/Neonatus
·    Pasien onkologi atau immunocompromised
Sampai vesikel menjadi krusta
Tinggi
Tinggi
Clostridium dificille
Fecal-oral
Sedang
Sedikit
Fecal incontinece
Diare berhenti selama 48 jam
Medium
Diare (infektif)
Fecal-oral
Sering
Sedikit
Fecal incontinece
Diare berhenti selama 48 jam
Medium
Hepatitis B
Bloodborne
Jarang

Hindari paparan dengan darah dan cairan tubuh
Tidak diperlukan kecuali dengan perdarahan yang tidak terkontrol
Rendah
HIV/AIDS
Bloodborne


Tergantung organisme/infeksi yang spesifik
Rujukan mikrobiologist
Rendah / Tinggi
Campak
Airborne
Sering
Sedikit
·    Ante-natal/Post-natal/Neonatus
·    Pasien onkologi atau immunocompromised
14 hari
Tinggi
Tinggi
Meningitis (undiagnosed atau meningococcus)
Droplet
Jarang
Sedikit
·   Batuk : tenaga kesehatan harus memakai masker pada jarak 3 kaki dari pasien sampai dengan 24 jam setelah pemberian terapi antibiotika yang efektif
·   Tanpa batuk
24 jam setelah pemberian terapi antibiotika yang efektif
Medium




Rendah
MRSA
Kontak
Sering
Serius
·    Penyakit kulit deskuamasi (eczema, psoriasis) atau kolonisasi sputum
·    Kolonisasi > 1 tempat
·    Karier nasal
Tidak dapat ditentukan

Tidak ditemukan lagi pada screening

Tinggi

Medium
Rendah
·   Tuberculosis (BTA positif)
·   Tuberculosis – MDRTB (atau high probability)
Airborne

Airborne 
Sering

Sering
Sedikit

Serius


Merujuk pada kebijakan tuberkulosis
2 minggu

Sampai BTA negatif
Tinggi

Tinggi
Respiratory Syncytial Virus
Droplet dan kontak
Sering

Situasi non epidemic
Situasi epidemic
Sampai gejala hilang
Medium
Avian Influenza
Airborne, Droplet dan Kontak
Sering
Serius

·     Dewasa : 7 hari bebas panas
·     Anak (<12 tahun) : 21 hari bebas panas
Tinggi

JENIS KEWASPADAAN DIKAITKAN DENGAN RUTE TRANSMISI
Kewaspadaan
Kondisi
Pathogen
Standart
Semua pasien
Penyakit bloodborne

HIV, Hepatitis B dan C
Kontak
Diare




Infeksi kulit dan jaringan lunak



Organisme resisten antibiotika


Infeksi saluran nafas
E. coli
Clostridium dificille
Rotavirus
Norovirus

Scabies
Streptococcus grup A (dewasa)
Staphylococcus aureus

MRSA
Virus Herpes simplex

Influenza
Pseudomonas aeruginosa
SARS
Respiratory Syncytial Virus (indirek melalui mainan)
Droplet
Meningitis


Infeksi saluran pernafasan





Infeksi dengan rash


Lainnya
Neisseria meningitides
Haemophillus influenzae

Influenza Virus, Adenovirus
Difteri
Mycoplasma
Pertusis
Respiratory Syncytial Virus

Rubella
Streptococcus grup A (anak)

Mumps
Airborne
Infeksi saluran pernafasan


Infeksi dengan rash


Diare

Mycobacterium tuberculosa
Avian Influenza

Varicella-zooster
Measles

Rotavirus (partikel kecil aerosol)
Norovirus (partikel faeces, vomitus)


KOMPONEN KEWASPADAAN PENCEGAHAN INFEKSI


Standart
Kontak
Droplet
Airborne
Penempatan pasien

Tempatkan di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin, kohorting. Bila tidak mungkin, pertimbangkan epidemiologi mikrobanya dan populasi pasien. Tempatkan dengan jarak > 1 meter antar tempat tidur. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain.
Tempatkan di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin, kohorting. Bila tidak mungkin, buat pemisah  dengan jarak > 1 meter antar tempat tidur dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
Tempatkan di ruang rawat terpisah yang mempunyai :
1.        Tekanan negatif
2.        Pertukaran udara 6-12x/jam
3.        Pengeluaran udara terfiltrasi sebelum udara mengalir ke ruang atau tempat lain di RS
Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang terpisah tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang mengidap mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain (kohorting) dengan jarak > 1 meter.



Standart
Kontak
Droplet
Airborne
Transport pasien

Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila diperbolehkan pasien keluar ruangan, perlu kewaspadaan agar resiko minimal transmisi ke pasien lain atau lingkungan
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien dengan mengenakan masker pada pasien dan menerapkan etika batuk.
Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan saja. Bila perlu untuk pemeriksaan, pasien dapat diberi masker bedah untuk mencegah penyebaran droplet nuklei.
Cuci tangan
Ya
Ya
Ya
Ya
Sarung tangan
Hanya jika akan menyentuh darah, cairan tubuh dan benda yang terkontaminasi
Memakai sarung tangan lateks bersih non steril saat masuk ke ruang pasien. Ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius (faeces, cairan drain). Lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar dan cuci tangan dengan antiseptik.
Hanya jika akan menyentuh darah, cairan tubuh dan benda yang terkontaminasi
Jika akan menyentuh darah, cairan tubuh dan benda yang terkontaminasi dan bila melakun tindakan
Masker
Selama prosedur yang memungkinkan kontaminasi dengan darah dan cairan tubuh
Selama prosedur yang memungkinkan kontaminasi dengan darah dan cairan tubuh
Pakailah bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien (kontak erat). Masker seyogyanya melindungi
Kenakan masker respirator (N95 / Kategori N pada efisiensi 95%) saat masuk ke ruang pasien atau suspek TB

Standart
Kontak
Droplet
Airborne



hidung dan mulut, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
Paru. Orang yang rentan seharusnya tidak boleh masuk ke ruang pasien yang diketahui atau suspek campak, cacar air, kecuali petugas yang telah imun. Bila terpaksa harus masuk, maka harus mengenakan masker respirator untuk pencegahan. Orang yang telah pernah sakit campak atau cacar air tidak perlu memakai masker.
Kacamata (googles)
Selama prosedur yang memungkinkan kontaminasi dengan darah dan cairan tubuh
Selama prosedur yang memungkinkan kontaminasi dengan darah dan cairan tubuh
Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol.
Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol.
Gaun
Selama prosedur yang memungkinkan kontaminasi dengan darah dan cairan tubuh
Pakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ke ruang pasien untuk melindungi baju dari kontk dengan pasien, permukaan lingkungan, barang di ruang pasien,
Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol.
Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol.

Standart
Kontak
Droplet
Airborne


cairan diare pasien, ileostomy, colostomy, luka terbuka. Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain.
Apron
Bila gaun permeable, untuk mengurangi penetrasi cairan. Tidak dipakai sendiri.


Peralatan untuk perawatan pasien

Bila memungkinkan peralatan non kritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.
Tidak perlu penanganan udara secara khusus karena mikroba tidak bergerak jarak jauh
Transmisi pada TB
Sesuai pedoman TB CDC “Guideline for Preventing of Tuberculosis in Healthcare Facilities”


PERIODE INKUBASI PADA PENYAKIT INFEKSI

Penyakit
Periode Inkubasi
Durasi Infeksius
Varicella
13-21 hari
1-5 hari sebelum muncul rash hingga vesikel mengalami krustasi
Measles
7-18 hari
Dari awal gejala prodromal hingga 4 hari setelah muncul rash
Mumps
12-25 hari
1 minggu sebelum dan hingga 9 hari setelah muncul pembengkakan
Rubella
14-23 hari
7 hari sebelum hingga 4 hari setelah muncul rash
RSV
3-7 hari
3 hari sebelum muncul gejala hingga asimptomatis
Influenza
1-5 hari
1 hari sebelum hingga 4 hari setelah muncul gejala klinis
Avian Influenza
1-4 hari
Dewasa : 7 hari bebas panas
Anak-anak (<12 tahun) : 21 hari bebas panas
Pertussis
7-10 hari
21 hari setelah muncul paroxismal
Rotavirus
1-3 hari
Dari muncul gejala hingga 5 hari setelah resolusi
Herpes Simplex Virus
2-11 hari
Infeksi primer : 3-4 minggu
Infeksi sekunder :3-5 hari
Hepatitis A
15-50 hari
7 hari setelah muncul jaundice
Penyakit Meningococcal
2-10 hari
24 jam setelah pemberian terapi adekuat
Difteri
2-5 hari
Mendapat terapi : 3 hari
Tidak mendapat terapi : 28 hari

MANAJEMEN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR / SUSPEK

1.       PENEMPATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR / SUSPEK
Untuk kasus / suspek penyakit menular melalui udara :
-          Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis (kohorting).  Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
-          Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negatif dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit.
-          Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar aliran udara ke luar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke area publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur di bawah pintu dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan, kipas angin tambahan di dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
-          Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan pencegahan ini.
-          Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai.
(gambar ruang isolasi)
Pertimbangan pada saat penempatan pasien :
a.       Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misalnya luka lebar dengan cairan yang merembes keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol
b.       Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke kontak, misalnya luka dengan infeksi kuman gram positif
c.        Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, misalnya pada TBC
d.       Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas, misalnya varicella
e.       Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan mental).
f.         Bila kamar terpisah tidak memungkinkan, dapat dilakukan sistem kohorting. Bila pasien infeksi dicampur dengan pasien non infeksi, petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi
Keluarga pendamping pasien di rumah sakit harus diedukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan seperti yang dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.

2.       TRANSPORT PASIEN INFEKSIUS
-          Transport pada pasien infeksius harus dibatasi, bila perlu saja.
-          Bila mikroba pasien virulen, hal yang perlu diperhatikan :
1)       Pasien dipakaikan APD (masker, gaun)
2)       Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut sehingga dapat menjalankan kewaspadaan berdasarkan transmisi yang sesuai
3)       Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi transmisi kepada orang lain
-          Pada pasien dengan diagnosa SARS atau Flu Burung
·         Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan kesehatan penting
·         Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan terpajannya staff, pasien lain atau pengunjung
·         Bila memungkinkan, pasien memakai masker bedah. Petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung dan sarung tangan.

3.       PEMINDAHAN PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG ISOLASI
Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan / area isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun.semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula bila pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulans, maka sesudahnya ambulans tersebut harus dibersihkan dengan desinfektan.

4.       PEMULANGAN PASIEN
-          Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan
-          Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit menular melalui udara / airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosa alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri
-          Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan infeksi yang diderita pasien
-          Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar harus dilakukan setelah pemulangan pasien

5.       PEMULASARAAN JENAZAH
-          Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular
-          APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan
-          Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
-          Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah
-          Segera pindahkan ke kamar jenazah setelah meninggal dunia
-          Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum jenazah dimasukkan dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD
-          Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seseorang dengan penyakit menular meninggal dunia
-          Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
-          Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
-          Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
-          Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah

FASILITAS KAMAR ISOLASI

a.       Akomodasi
·         Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam di dalam ruangan
·         Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi
·         Sediakan peralatan tersendiri untuk masing-masing pasien, seperti stetoskop, termometer dan tensimeter
·         Bila karena keterbatasan ketersediaan, peralatan digunakan untuk pasien lain, maka semua peralatan hendaknya dibersihkan dan didisinfeksi sebelum digunakan
·         Tempat tidur tunggal dengan fasilitas cuci tangan
·         Fasilitas toilet
·         Cek kebersihan ruangan sebelum pasien dimasukkan
·         Minimalisasi furnitur dan peralatan yang tidak diperlukan, terutama bila potensial sebagai sarana reservoir mikroorganisme seperti hiasan, karpet, taplak, dll.

b.       Kelengkapan Pra Ruang Isolasi
·         Sabun cuci tangan
·         Handrub berbasis alkohol
·         Apron plastic
·         Sarung tangan sekali pakai
·         Masker / baju khusus / goggles(kaca mata) bila diperlukan
·         Tempat sampah medis dengan plastic kuning
·         Keranjang tertutup untuk tempat barang re-use

c.        Kelengkapan Ruang Isolasi
·         Sabun cuci tangan
·         Wastafel
·         Handrub berbasis alkohol
·         Kantong sampah plastic kuning (medis) dan hitam (non medis)

d.       Tata Laksana
·         Pasang tanda peringatan di pintu
·         Pintu harus dalam keadaan selalu tertutup
·         Sediakan lembar catatan di pintu masuk atau nurse station
·         Semua petugas kesehatan yang masuk area isolasi harus mengisi lembar catatan tersebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut, tersedia data yang dibutuhkan
·         Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang lengkap sesuai dengan kewaspadaan berbasis transmisi
·         Cuci tangan dengan handrub berbasis alcohol sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
·         Cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan isolasi
·         Bila melakukan prosedur invasive, lakukan antiseptic hand scrub

e.       Prosedur Management Limbah, Linen dan Kebersihan Ruangan
·         Pindahkan semua perabotan yang tidak penting, terutama yang potensial sebagai tempat kolonisasi mikroorganisme seperti hiasan, karpet, taplak, dll
·         Linen dikumpulkan dalam plastik kuning, ditandai infeksius kemudian dikirim ke unit laundry dan ditangani sebagai linen yang kotor dan terkontaminasi
·         Letakkan tempat sampah dengan injakan kaki
·         Perlakukan semua sampah sebagai sampah infeksius, diletakkan dalam kantong kuning
·         Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi seluruh permukaan
·         Sediakan peralatan kebersihan (mop/pel basah/disinfektan) yang dibutuhkan di dalam ruangan pasien
·         Alat kebersihan harus dibersihkan setelah setiap selesai penggunaan. Kirim semua peralatan kebersihan tersebut ke laundry untuk dicuci dengan air panas.
·         Bersihkan peralatan makan dengan air sabun panas

TATA CARA :

I.         MEMASUKI RUANGAN
·         Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
·         Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
·         Pakai APD
·         Masuk ruangan dan tutup pintu

II.        MENINGGALKAN RUANGAN
Di pintu keluar, lepaskan APD dengan urutan yang benar :
·         Sarung tang an : lepas dan buang ke dalam tong sampah medis
·         Kaca mata atau pelindung wajah : letakkan dalam peralatan bekas pakai
·         Gaun : dengan tidak memegang bagian luar gaun, masukkan ke dalam tempat cucian
·         Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub  berbasis alkohol
·         Tinggalkan ruangan
·         Lepaskan masker atau respirator dengan memegang elastis di belakang telinga. Jangan memegang bagian depan masker
·         Setelah keluar ruangan, gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci tangan dengan air mengalir
·         Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di kamar ganti sebelum meninggalkan ruangan dan mengenakan pakaian dari rumah

BAB III
PENUTUP


Demikian pedoman kewaspadaan isolasi  Rumah Sakit untuk dapat dilaksanakan dan dievaluasi.


REKOMENDASI :
  • Pembuatan tanda peringatan ruang isolasi
  • Pembuatan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi, meliputi :

Tanggal
Nama
Check List Alat Perlindungan Diri
Keterangan
Kriteria Isolasi : ....
Kaca mata
Masker
Sarung Tangan
Gaun







  • Buat kriteria APD isolasi à minta dr Panudju
  • Sediakan handrub di depan kamar pasien
  • Sediakan wadah tertutup untuk setiap alat atau gaun yang akan dipakai ulang
  • Pasang alat bertekanan negatif
  • Sesuaikan ruangan untuk ruangan isolasi dengan menyediakan ruang antara (anteroom)
  • Penyediaan alat2 kesehatan dan kebersihan khusus untuk ruang isolasi

Iwansyah
Iwansyah Seorang Penulis Pemula Yang Mengasah Diri Untuk Menjadi Lebih Baik

Post a Comment for "Pedoman Kewaspadaan Isolasi Rumah Sakit"